Catatan Tidur untuk Cerpen Uswah

when-shadows-creep-and-darkness-leaks-blvrjq-clipartOleh: A Saifuddin Syadiri

Sebelum membaca tulisan ini, baca cerpen Uswah yang ini (KISAH KLASIK) dulu.

Kali ini, cerpen ditulis oleh Uswah. Anak PAI. Kader Akses yang baru didiklat. Ada kebahagiaan tersendiri bagi senior Akses ketika mendapat kiriman tulisan ini. Terlebih saya. Maklumlah, semua “Kakak” pasti ingin punya “Adek” yang bisa menjadi penggantinya kelak. Regenerasi. Sehingga LPM Akses terus berkibar.

Cerpen ini berjudul “Kisah Klasik”. Menceritakan “saat dulu bersama dia”. Dia yang pernah singgah di hati. Namun, kisahnya hilang ditelan masa. Yang tersisa hanya kenangan bersamanya saat hujan. Sebab itulah, setiap hujan turun, kenangan bersamanya selalu berputar kembali.

Ah, saya jadi teringat tulisan Tere Leye. Kurang lebih begini, “Jangan jatuh cinta saat hujan, karena jika berujung siksa, maka setiap hujan datang akan sakit rasanya”.

Bagi pemula, cerpen ini lumayan baik. Bahasanya sederhana, mengalir dan lentur di lidah. Seperti orang curhat. Apa adanya dan seadanya. Sehingga begitu akrab rasanya. Tentu, hal ini adalah potensi. Potensi untuk menjadi penulis handal. Tinggal diasah saja. Dilatih dan dilatih.

Meski demikian, ada beberapa hal menjadi catatan. Bukan menyalahkan. Hanya sekedar berbagi pengetahuan. Setahu saya. Berikut catatan penting yang saya maksud. Pertama, pembuka. Dalam sebuah karya, pembuka harus ‘waw’. Entah itu cerpen, artikel atau apalah. Pembuka menentukan pembaca terus membaca atau tidak jadi membaca sampai selesai. Karenanya, pembuka harus membuat penasaran.

Dalam karya cerpen, agar pembuka bisa menarik dan membuat pembaca penasaran, bisa dimulai dari konflik. Langsung ada masalah. Misalnya, “Air mataku tanpa terasa menetes. Mengikuti rintik hujan yang terus menghujam. Ah, kenapa harus ada hujan jika menyakitkan? Kenapa? Hujan bagiku air mata. Yang terus menetes membasahi relung jiwa.”

Coba dirasa-rasa, cerita “air mata mengikuti hujan” di atas pasti membuat penesaran pembaca. Kenapa air matanya menetes? Kenapa hujan menyakitkan? Dan seterusnya. Intinya, ketika kita menulis cerpen, pembuka harus membikin penasaran dan butuh jawaban. Sehingga, pembaca terus membaca sampai selesai.

Kedua, alur dalam cerpen ini  kurang lengkap. Maksudnya? Idealnya, alur cerita dalam cerpen ada enam fase. Yaitu, pekenalan, konflik, perumitan, klimaks, peleraian, dan terakhir penyelesaian. Jadi, pertama harus ada perkenalan tokoh atau tempat, lalu konflik, lalu konfliknya menjadi-jadi, sampai pada puncaknya (klimaks). Setelah itu, konflik (masalah) tadi mulai ada jalan keluar. Dan, yang terakhir, masalahnya benar-benar selesai.

Alur cerita ini bisa dibolak-balik. Terserah penulisnya. Bisa saja konflik ada di awal agar pembaca menjadi penesaran. Atau, bisa juga perkenalan dulu, baru konflik. Terserah keinginan penulis. Sebab, penulis cerpen adalah “tuhan” yang membuat takdir. Yang terpenting, komponen-komponen di atas ada dalam cerita.

Ketiga, cerita yang tidak penting tidak usah diceritakan. Dalam karya Uswah ini, banyak cerita yang tidak perlu diceritakan. Misalnya, mandi, tidur, sekolah, besoknya mandi lagi, tidur lagi, sekolah lagi. Beskoknya juga begitu. Cerpen itu cerita pendek. Oleh karena itu, yang diceritakan yang penting-penting saja.

Demikianlah, catatan mengenai cerpen berjudul “Kisah Klasik” ini. Semoga bermenfaat dan menjadikan kita semua semangat. Akan tetapi, ketika menulis tidak perlu memikirkan aturan-aturan. Cerpen harus begini, cerpen harus begitu. Pembuka harus begini, konflik harus begitu. Tidak usah. Tulis saja. Sebisanya. Mengalir. Hilangkan beban aturan dari fikiran. Sebab, jika kita memikirakan aturan-aturan, kita pasti tidak bisa melanjutkan tulisan.

Lagi, tulisan ini tidak usah difikirkan. Anggaplah angin lewat. Kenapa? Karena yang menulis catatan ini tidak bisa menulis cerpen. Hehehe. Kalau boleh dibilang, tulisan ini catatan tidur. Catatan yang ditulis tanpa sadar. Mungkin kalau diumpamakan seperti pengamat pemain sepak bola. Banyak ngomong. Andai disuruh main sendiri belum tentu bisa.

Sudahlah, semoga kita semua menjadi penulis yang diradai Allah. Menjadi orang-orang baik yang terus menelurkan kebaikan untuk orang lain. Selamat berkarya Uswah…! Selamat berkarya kader LPM Akses!

Wasssalam….

Tinggalkan komentar