MUSIBAH (Antara Istidraj dan Laknat)
Oleh: Cak Imin
Pada pertengahan tahun 2018 ini kita sebagai bangsa dalam situasi yang penuh dengan kesedihan dan keprihatinan, karena sebagian dari saudara kita yang telah terkena musibah bencana alam gempa bumi di Lombok, tsunami dan gempa bumi di Palu Donggala Sulawesi yang merenggut banyak korban jiwa. Rumah serta harta benda semua ludes dan lenyap di sapu tsunami dan juga gempa. Puluhan, ratusan bahkan ribuan korban jiwa berjatuhan.
Mereka dirundung kesedihan dan penderitaan. Bukan hanya karena harta benda dan rumah mereka yang musnah, namun juga karena kehilangan keluarga sanak famili kerabatnya. Mereka juga harus hidup ditempat penampungan yang serba kecukupann untuk bertahan hidup.
Berbagai peristiwa tersebut perlu sesekali kita renungkan untuk kita ambil hikmahnya dan juga kita jadikan cambuk persiapan agar hati kita tegar bilamana suatu saat kita mengalami musibah demikian itu. Sebab, tidak mustahil bila pada suatu saat kita akan mengalami musibah walaupun bentuk dan rupa tidak seperti mereka. Saat anak, orangtua atau saudara sakit, anak nakal yang kecanduan narkoba, pergaulan bebas, itu semua pada hakekatnya juga musibah. Namun jarang orang menyadari itu.
Ujian Iman
Satu hal yang sering tidak kita sadari dan terlupakan adalah kenyataan bahwa Allah SWT. akan selalu menguji dan memberi cobaan kepada hambanya yang beriman. Kebanyakan kita menganggap bahwa apabila kita telah mengaku dan menyatakan diri beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kita akan terhindar dari musibah dan cobaan berupa peristiwa yang memilukan dan menyedihkan.
Ternyata anggapan demikian itu salah, karena Allah menerangkan didalam surat Al-Ankabut (29) ayat 2-3 sebagai berikut:
أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ (٢) وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَـٰذِبِينَ (٣)
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “kami beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka , maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang dusta” (Q.S Al-Ankabut: 2-3)
Uji dan cobaan iman itu bisa berbentuk kenikmatan dan musibah.
Wajib bagi kita orang beriman untuk selalu berusaha sekuat tenaga agar dapat lulus dari ujian iman. Bila sekali dua kali kita tidak lulus jagan khawatir, masih diberi kesempatan lagi oleh Allah untuk mengalami ujian. Bila kita terus-terusan tidak lulus, maka kita akan “diumbar” atau “diistidraj” oleh Allah.
Jika dalam posisi diumbar kita tidak mau kembali ke iman dan taqwa, malah sebaliknya kita terpesona dan “kesemsem” dalam hal duniawiyah, seperti harta benda, kedudukan, kemuliaan, kewibawaan, kekuasaan atau ajaran yang melanggar ajaran dan aturan Allah seperti munafik, ingkar, fasik, dzalim, maka Allah akan menurunkan “murka-Nya”. Jika dalam posisi dimurkai kita masih mengumbar hawa nafsu angkara kita, maka Allah kemudian menurunkan ‘laknat-Nya”.
Wajib pula kita bagi manusia yang beriman untuk selalu ingat dan waspada sewaktu menerima kenikmatan. Jangan sampai kita terlena, sehingga kita lupa diri. Sebenarnya kenikmatan itu merupakan bagian dari iman. Sebaliknya, kita juga harus ingat dan sadar bahwa musibah yang menimpa diri kita itu pada hakekatnya merupakan ujian bagi iman.
Jika kita lulus dalam menghadapi ujian itu, maka Allah akan meningkatkan posisi kita dalam kehadirat-Nya. Dari posisi sebagai hamba Allah yang biasa (awam) dinaikan menjadi hamba yang bertaqwa, dinaikan lagi menjadi hamba yang bertaqwa yang diberi amanah (tugas) untuk mewujudkan pertolongan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Semakin lama bobot amanah (tugas) itu semakin ditingkatkan tinggi derajatnya sampai dianugerahi posisi sebagai hamba yang diberi anugerah yang fungsinya sebagai bekal pengabdian kepada Allah, berupa ma’unah dan karomah.
Tidak Ada Barang Hilang
Peristiwa yang menimbulkan kesedihan, kesengsaraan, dan penderitaan kepada kita orang beriman tidaklah semata-mata akibat bencana alam atau kriminal. Banyak sekali peristiwa menyedihkan dan menyengsarakan kita orang beriman itu akibat penipuan, fitnah, dan kedzaliman orang lain.
Wajib bagi kita orang beriman untuk menyadari bahwa selain peristiwa demikian itu sebagai ujian iman, juga barang dan hak apa saja milik kita yang hilang pada hakekatnya tidaklah hilang sama sekali. Di hadirat Allah barang dan hak milik kita yang hilang itu masih utuh, tetapi pada posisi iman, sabar, tawakal, dan taqwa. Kesadaran demikian ini sangat penting untuk ditanamkan kuat-kuat dalam jiwa kita sampai mempribadi.