Tempat Parkir tanpa Ujung Pasti

Oleh: Izzah Nur Afifah

Beberapa bulan terakhir, tempat pakir Universitas Sunan Giri dipindah ke lahan kosong di depan kampus. Tempat Parkir baru itu sangat sederhana. Hanya dengan memanjangkan tali sebagai pembatas. Tanpa dinding, juga tanpa atap. Saat hujan, sepeda kehujanan. Saat panas, sepeda kepanasan. Sedangkan, penjaga parkir mendirikan tempat berteduh di bagian pojok barat-selatan.

Hal itu membuat mahasiswa Unsuri mengeluh. Menurut mereka tempat parkir itu tidak layak dioprasikan. Sebab, bisa membuat warna sepeda motor memudar, sehingga tidak menarik ketika dilihat dan murah ketika dijual. Oleh karena itu, mereka berharap tempat parkir tersebut dibangun. Tidak harus bagus. Ada atap yang melindungi dari panas dan hujan sudah cukup.

Sempat beredar kabar bahwa tempat parkir itu sementara. Tentu, kabar ini menyematkan harapa besar di hati mahasiswa. Mereka berharap, tempat parkir itu benar-benar sementara. Akan tetapi, sampai sekarang tempat parkir gitu-gitu aja. Tidak ada perubahan signifikan. Lalu, apa yang dimaksud dengan sementara? Bukankah tempat parkir itu sudah beroprasi sejak sebelum liburan semester? Sudah lama kan?

Memang, dalam hidup ini tidak selamanya nyaman. Tidak semua yang kita inginkan bisa tercapai. Namanya juga hidup di dunia. Tempat cobaan dan ujian. Oleh karena itu, menyikapi tempat parkir, mahasiswa harus bijak. Tidak usah menyalahkan pihak kampus. Berdoa saja semuga program Unsuri berjalan lancar. Cita-cita dan asa bisa kita gapai. Mungkin, tempat parkir yang tidak layak bukan tidak dipikirkan, tapi tenaga masih belum mampu merealisasikan. Bukan tidak diperhatikan, tapi waktu masih belum mengizinkan atau biaya belum memungkinkan.

Apalagi, kita Tholibul Ilmi di kampus Islam. Kampus yang ber-tabarruk dengan nama salah satu wali songo, Sunan Giri. Tentu, sikap islami juga harus mewarnai kehidupan kita. Bukankah Tholibul Ilmi itu memang harus sengsara? Dan, ulama-ulama telah mencontohkannya. Sebut saja Mbah Kholil Bangkalan. Saat mencari ilmu, sangat jauh dari kesenangan dan kenyamanan. Selain belajar, beliau juga harus bekerja. Bahkan, konon, saat ngaji pada salah satu kiai di Pasuruan, beliau setiap hari berjalan kaki sepanjang kiloan meter. Dahsyat bukan? Kita? Cuma parkiran saja sudah mengeluh.

Namun demikian, kita tetap berharap tempat parkir secepatnya direnovasi. Setidaknya, diatapi. Sebab, biar bagaimanapun, pihak kampus adalah ayah. Kalau bukan kepada ayah, kepada siapa mahasiswa akan mengeluh? Kalau bukan kepada ayah, kepada siapa mahasiswa meminta? Pun pula, pihak kampus adalah pemimpin. Pemimpin memiliki tanggung jawab. Dan, kelak akan dimintai pertanggung-jawaban.

Coba tengok sejarah, betapa bertanggung-jawabnya Sayyidina Umar. Suatu ketika, ada seorang ibu yang tidak memiliki apa-apa untuk dimasak. Diapun hanya merebus air. Dia sangat menyayangkan ketidak-pedulian Khalifah. Tak disangka-disangka, Khalifah Umar mendengar keluhan si ibu dari luar rumah. Kebetulan beliau sedang keliling memeriksa keadaan rakyat.

Mendapati rakyatnya kelaparan, Sayyidina Umar bergegas pulang dan mendatangi tempat penyimpanan gandum milik negara. Beliau letakkan karung yang berisi gandum di pundak. Ketika ingin melangkah, salah satu teman beliau meminta agar dia yang membawanya. “Apakah kau ingin menanggung dosaku kelak di akhirat?” tanya Sayyidina Umar dengan suara lantang. Luar biasa bukan?

Selain itu, dalam rumus fikih, kebijakan Ulil Amri (orang yang memiliki wewenang mengatur urusan muslimin, termasuk pengurus kampus) harus berdasarkan kemaslahatan rakyat. Harus mengacu pada kemaslahatan umat. Dengan demikian, tidak dibenarkan jika kebijakan-kebijakan malah menyengsarakan rakyat. Tidak bisa dibenarkan jika kebijakan-kebijakan pihak kampus malah mencekik mahasiswa. Semua kebijakan harus berorentasi pada kenyamanan mahasiswa.

Jadi, dalam hidup ini pasti ada masalah. Untuk menghadapinya, sangat dibutuhkan kearifan, saling terbuka, dan saling faham. Sehingga tidak terjadi ‘bentrokan’ sesama citivitas akademi. Diantara masalah yang sedang dihadapi adalah tempat parkir sementara Unsuri. Mahasiswa menginginkan cepat direnovasi sehingga layak beroprasi, sedangkan pihak kampus belum memberikan keputusan pasti. Ini masalah. Semuga kita bisa menghadapi masalah ini dengan bijak.

Tinggalkan komentar